Selasa, 29 November 2011

A.    Latar Belakang
Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan UMKM dan koperasi yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, terdiri dari kontribusi usaha mikro dan kecil sebesar 41,1 persen dan skala usaha menengah sebesar 15,6 persen. Atas dasar harga konstan tahun 1993, laju pertumbuhan PDB UMKM pada tahun 2003 tercatat sebesar 4,6 persen atau tumbuh lebih cepat daripada PDB nasional yang tercatat sebesar 4,1 persen. Sementara pada tahun yang sama, jumlah UMKM adalah sebanyak 42,4 juta unit usaha atau 99,9% dari jumlah seluruh unit usaha, yang bagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM tersebut dapat menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5% dari jumlah tenaga kerja, meliputi usaha mikro dan kecil sebanyak 70,3 juta tenaga kerja dan usaha menengah sebanyak 8,7 juta tenaga kerja. UMKM berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja.

B.     Tujuan
Tulisan ini bertujuan agar mahasiswa dapat mempelajari dan memahami tentang pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah. Dan sebagai sumber referensi bagi seseorang yang ingin membuka Usaha Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan menengah.

C.     Sasaran
Untuk para pengusaha Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah agar selain mendapat keuntungan dari usahanya pengusaha juga turut membantu untuk penyediaan lapangan kerja.



BAB II
PERMASALAHAN

1.      Pendahuluan
Rendahnya produktivitas.
Perkembangan yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM yang memadai khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Atas dasar harga konstan tahun 1993, produktivitas per unit usaha selama periode 2000–2003 tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, yaitu produktivitas usaha mikro dan kecil masih sekitar Rp 4,3 juta per unit usaha per tahun dan usaha menengah sebesar Rp 1,2 miliar, sementara itu produktivitas per unit usaha besar telah mencapai Rp 82,6 miliar. Demikian pula dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil serta usaha menengah belum menunjukkan perkembangan yang berarti yaitu masing-masing berkisar Rp 2,6 juta dan Rp 8,7 juta, sedangkan produktivitas per tenaga kerja usaha besar telah mencapai Rp 423,0 juta. Kinerja seperti itu berkaitan dengan: (a) rendahnya kualitas sumber daya manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; dan (b) rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan dan antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, selain sekaligus mendorong peningkatan daya saing nasional.

Terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif.
Akses kepada sumber daya produktif terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing. Disamping persyaratan pinjamannya juga tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak, maka dunia perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang beresiko tinggi. Pada tahun 2003, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif.
Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi dan pasar masih jauh dari memadai dan relatif memerlukan biaya yang besar untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM. Sementara ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.

Masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi.
Sementara itu sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang. Meskipun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau hanya sekitar 76% dari koperasi yang ada. Diantara koperasi yang aktif tersebut, hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan rapat anggota tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga (forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi. Selain itu, secara rata-rata baru 27% koperasi aktif yang memiliki manajer koperasi.   

Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum berdasarkan undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pengertian-pengertian UMKM tersebut adalah :

1. Usaha Mikro
    Adalah usaha produktif milik perorangan/Individu atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana di atur oleh undang-undang.

2. Usaha Kecil
    Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan lain.

3. Usaha Menengah
    Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan ataubadan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil.

Usaha Pengembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Hal ini dapat tergambar dari organisasi yang ada di KBI setiap daerah yaitu adanya “Kelompok Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM” disingkat KPRSU Kantor Bank Indonesia.

Perusahaan yang Pailit

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Berdasarkan ketentuan kedua pasal tersebut di atas, maka syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut :
a) Adanya utang;
b) Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo;
c) Minimal satu dari utang dapat ditagih;
d) Adanya debitor;
e) Adanya kreditor;
f) Kreditor lebih dari satu;
g) Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan Niaga”;
h) Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;
i) Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang Undang Kepailitan;
Harus dapat dipahami perbedaan antara Bangkrut dan Likuidasi.
Kalau likuidasi itu penutupan atau penghentian aktifitas perusahaan, seluruh asetnya dijual kemudian dipake untuk bayar kewajiban-kewajibannya
Bangkrut adalah kondisi dimana orang/perusahaan yang sudah tidak memiliki kemampuan bayar terhadap kewajibannya (hutang) atau istilahnya insolvent atau hutangnya sudah melampaui asetnya. Status legal bangkrut dapat disahkan oleh pengadilan, baik yang diajukan sendiri oleh perusahaan tersebut (debitor) atau oleh pihak ketiga (kreditor).
Perusahaan yang sudah mendapat status bangkrut oleh pengadilan masih dapat beroperasi seperti biasa, tetapi dibawah pengawasan pengadilan dan mendapatkan perlindungan terhadap kreditor mereka sampai kondisinya menjadi lebih baik. Perusahaan tersebut masih dapat keluar dari status bangkrut melalui beberapa cara:
1. restrukturisasi, sampai kembali menjadi profitable
2. di take over oleh pihak ketiga, bisa kreditornya, pesaing, dll
3. likuidasi atau stop operasi

Pengembangan Organisasi (Kerjasama, Go Public)

Sebagai suatu organisasi pasti memerlukan adanya perkembangan untuk suatu perubahan positif bagi organisasi tersebut. Seperti adanya ide atau gagasan dari setiap anggota pada organisasi. Pengembangan organisasi merupakan suatu proses yang meliputi serangkaian perencanaan perubahan yang sistematis yang dilakukan secara terus-menerus oleh suatu organisasi.
Alasan akan pentingnya pengembangan Organisasi.
- Perubahan adalah pertanda kehidupan,
- perubahan memberikan harapan,
- pengembangan merupakan tanggapan atas perubahan, dan
- pengembangan merupakan usaha untuk menyesuaikan dengan hal baru (perubahan).
Dalam pengembangannya, suatu organisasi dapat melakukan usaha go pubic ataupun malah dapat mengalami kebangkrutan. Berikut merupakan pengertian dan penyebab dari organisasi yang melakukan go public dan organisasi yang mengalami kebangkrutan :
Organisasi Go Public
Organisasi Go Public merupakan suatu organisasi yang menjual atau menawarkan hak atas saham dengan pembayaran. Go public ini dilakukan agar memperoleh dana tambahan yang cukup besar dan cepat. 
Penyebab suatu organisasi melakukan go public :
1. Adanya hutang pada organisasi lain.
2. Lebih bear pasak daripada tiang, yaitu Pengeluaran lebih besar dibanding pemasukan.
3. Nilai saham yang cenderung meningkat sehingga adanya keinginan untuk melepas sebagian saham agar memperoleh keuntungan.
Organisasi Bangkrut / Pailit
Organisasi bangkrut adalah organisasi yang mengalami masalah keuangan sehingga organisasi tersebut menderita kerugian yang sangat besar. Organisasi yang mengalami kebangkrutan biasanya dikarenakan :
1. Adanya hutang yang sangat besar pada organisasi lain.
2. Struktur organisasi yang tidak baik.
3. Tidak adanya hubungan bisnis yang menguntungkan.
4. Kurangnya kerjasama antar organisasi.